we make shirts of writing what you want.

Sejarah T-shirt

24/06/2010 04:53

Dibanding jenis pakaian lainnya, sejarah kaos oblong sebenarnya belumlah terlalu panjang. Kemungkinan besar kaos baru muncul antara akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20. Kaos berbahan katun biasanya dipakai oleh tentara Eropa sebagai pakaian dalam (di balik seragam), yang fleksibel dan bisa dipakai sebagai pakaian luar jika mereka beristirahat di udara siang yang panas. Istilah "T-Shirt" (metafor yang mungkin diambil berdasar bentuknya) baru muncul di Merriam-Webster's Dictionary pada 1920, dan baru pada Perang Dunia II ia menjadi perlengkapan standar dalam pakaian militer di Eropa dan Amerika Serikat (T-Shirt King).

Kaos oblong mulai dikenal di seluruh dunia lewat John Wayne, Marlon Brando dan James Dean yang memakai pakaian dalam tersebut untuk pakaian luar dalam film-film mereka. Dalam A Streetcar Named Desire (1951) Marlon Brando membuat gadis-gadis histeris dengan kaos oblongnya yang sobek dan membiarkan bahunya terbuka. Dan puncaknya adalah ketika James Dean mengenakan kaos oblong sebagai simbol pemberontakan kaum muda dalam Rebel Without A Cause (1955) (Cullum-Swan dan Manning, 1990). Teknologi screenprint di atas kaos katun baru dimulai awal "60-an dan setelah itu barulah bermunculan berbagai bentuk kaos baru, seperti tank top , muscle shirt , scoop neck , v-neck dsb.

Fashion, Kaos, dan Komunikasi

Meski sudah mulai mendunia sejak "50-an, konvensi mode dunia tetap saja belum memasukkan kaos ke dalam kategori fashion . Kaos tetap saja dianggap sebagai pakaian dalam yang tidak pantas dikenakan sebagai pakaian luar. Memakai kaos masih juga dianggap sebagai tindakan yang unfashion. Karena itu pada masa musik heavy metal mulai digemari kalangan muda, mereka ini sengaja memilih seragam kaos oblong sebagai bentuk penolakan terhadap konvensi arus utama mode dunia ( high fashion ) (McRobbie, 1999). Menyobek beberapa bagian dari kaos oblong bahkan merupakan bagian dari gaya subkultur punk. Bagi mereka ini bentuk fashion adalah unfashion (Hebdige, 1999).

Perubahan dalam bahan dan teknologi produksi kaos turut berperan dalam perubahan makna kaos dalam kehidupan sosial. Ditemukannya polyester dan bahan-bahan fiber artifisial, bersamaan dengan diperkenalkannya bahan drip-dry untuk pembuatan pakaian, penambahan variasi warna, gaya dan tekstur, membuat kaos semakin diterima sebagai pakaian luar. Meski begitu, dalam diferensiasi sistem fashion, hingga sekarang kaos masih digolongkan dalam kategori low fashion ( unfashion? ). Berbeda dengan produk high fashion yang didesain dan dibuat secara khusus untuk orang-orang khusus, hampir semua kaos merupakan low fashion yang didesain untuk tujuan diproduksi secara massal.

Kaos oblong sekarang ini juga telah menjadi wahana tanda. Kaos, sebagaimana pakaian lainnya, membawa pesan dalam sebuah "teks terbuka" di mana pembaca atau penonton bisa menginterpretasikannya. Berbagai bentuk, gambar, atau kata-kata dalam kaos merupakan pesan akan pengalaman, perilaku dan status sosial. Kaos oblong mengkomunikasikan berbagai lokasi atau identitas sosial: tempat (HRC, Borobudur, Bali, Yogyakarta), bisnis (Coca Cola, Yamaha, Suzuki), institusi (UGM, UI, ITB, De Britto). Kaos oblong lainnya mengkomunikasikan kelompok atau kolektivitas (Canissi Seminarium, Pro Iustisia), tim (MU, Inter Milan), konser atau acara kesenian (Jakjazz, Pameran AWAS!), komoditas yang dianggap bernilai (VW, Harley Davidson), pengalaman ceremonial (KKN UGM 2000), sementara banyak juga yang mengkomunikasikan slogan (Awas Pemilu 97 Curang, kaos-kaos Dagadu, Joger).

Dengan semakin tumbuhnya industri periklanan, kaos merupakan bilboards mini yang cukup efektif untuk mengkomunikasikan sebuah produk, sebagaimana mengkomunikasikan diri atau identitas. Seringkali kaos dijadikan iklan berjalan yang oleh pengiklan kadang-kadang dibagikan secara gratis. Di Indonesia, adalah hal yang biasa banyak orang berebut mendapatkan pembagian kaos dari OPP pada saat Pemilu (tak jarang juga disertai pembagian "amplop"). Perusahaan-perusahaan sekarang ini juga membuat kaos dengan nama atau logo perusahaan yang tertera di atasnya (Coca Cola, Reebok, Nike, Wilson), dan menjualnya di toko-toko sebagai pakaian produksi massal yang siap pakai. Bagi sejumlah besar pemakainya, tentu memakai kaos oblong tidak dimaksudkan sebagai iklan, melainkan sebagai indikasi status dan pendapatan pemakainya, loyalitas atau kepercayaan pada satu produk. Ia juga merupakan suatu bagian dari identitas diri, "Saya adalah penggemar Coca Cola", "Seperti Michael Jordan, saya memakai Nike.

Kaos-kaos buatan perusahaan tertentu dianggap mewakili gaya hidup atau selera yang khas, selain sekaligus si pemakai mengiklankan perusahaan pembuatnya. Misalnya kaos bermerek Benetton, Ralph Lauren atau Calvin Klein. Simbol-simbol tertentu pada kaos, seperti buaya kecil atau kuda poni dan pemain polo kecil (dan berbagai variannya), juga sangat penting. Simbol-simbol ini bukan hanya menunjukkan status pemakainya yang mampu mengkonsumsi pakaian buatan desainer mahal, tetapi juga status dalam sistem fashion itu sendiri.

Sedangkan bagi para desainer dan seniman, dapat memanfaatkan kaos oblong sebagai media untuk mengekspresikan ide-ide atau gagasannya pada permukaan kaos oblong untuk berkarya. Karena itulah kaos oblong merupakan salah satu media untuk mengekspresikan kreativitas desain komunikasi visual. 

Contact

Fontsize Cloth

fontsize69@yahoo.com

Permata Depok Regency Cluster Jade E2/20
Depok
16438

085711164051

Search site

© 2010 All rights reserved.

Create a website for freeWebnode